Apa Upaya IPC dalam Membangun Digital Port?

Semua elektronisasi dan dan digitalisasi yang diimplementasikan PT Pelindo II atau IPC mengacu kepada tujuan BUMN tersebut menjadi digital port. Yang dilakukan IPC adalah melakukan transformasi. Termasuk digitalisasi pada aspek operasional yang disebut dengan radical change pola operasional yang dijalankan secara manual. Digitaliasi yang diterapkan IPC dilakukan pada kegiatan pelabuhan secara korporasi, baik dari sisi laut maupun darat.
Dikatakan Direktur Utama IPC, Elvyn G, Masassya, sejak beberapa tahun terakhir pelabuhan-pelabuhan IPC sudah dikonversi sehingga mengarah ke digitalisasi. Langkah tersebut dilakukan agar IPC dapat meningkatkan produktivitas dan seiring dengan perkembangan zaman. Di mana kapal-kapal besar pun sekarang sudah berbasis digital.
“Ini upaya kami untuk menuju pelabuhan berstandar kelas dunia. Nanti bila fase ini sudah bisa dilewati, akan menjadi fasilitator dengan menyiapkan marketplace ekosistem di pelabuhan. Di mana para pelaku di bidang pelabuhan akan berada dalam marketplacetersebut. Ini merupakan akses di pelabuhan agar para pengguna jasa mendapatkan pelayanan pelabuhan yang lebih baik,” jelas Elvyn.
Langkah digitalisasi di sisi laut dilakukan IPC antara lain dengan menerapkan Marine Operating System (MOS), Vessel Management System (VMS) dan Vessel Traffic System (VTS) yang dapat memantau pergerakan kapal sejak mereka berangkat dari pelabuhan awal sampai tiba di Pelabuhan Tanjung Priok. Sementara pada sisi darat, IPC telah memiliki Terminal Operating System (TOS) dan Non Peti Kemas Terminal Operating System (NPKTOS) serta Auto Tally untuk perhitungan kontainer.
IPC juga menyiapkan Container Freight Station (CFS), Buffer Area, DO Online, Auto Gate, Car Terminal Operating System, Reception Facility serta Truck Identification untuk mengidentifikasi pengemudi dan tujuan pengiriman barang dari seluruh armada pengangkut barang yang masuk ke Pelabuhan Tanjung Priok. Ada pula pada pintu gerbang sudah menerapkan auto gate, disertai e-payment, biling payment, dan e-invoice.
“Dengan adanya autogate, siapa pun yang masuk ke kawasan pelabuhan harus membayar secara elektronik. Sehingga tidak ada lagi orang masuk tanpa membayar lantaran ia kenal dengan petugas. Semua transaksi pun sudah tidak lagi cash, tetapi berbasis elektronik,” papar Elvyn.
Dari sisi keuangan, lanjut Elvyn, IPC melakukan transformasi yang signifikan, yaitu seluruh transaksi di pelabuhan berbasis elektronik atau cashless payment system. Jadi tidak ada lagi pembayaran secara tunai dan pola yang IPC lakukan ini tentu berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan menjadi lebih cepat, lebih terdata, lebih transparan dan lebih akurat.
Digitalisasi yang diterapkan IPC bukan hanyag terkait operasional. Untuk bagian back office pun juga dilakukan digitaliasi yang meliputi, i-Good , yakni platform digital untuk memonitor penerapan good corporate governance (GCG), asesmen GCG, memantau area pengembangan GCG, sosialisasi GCG dan survei pemahaman GCG serta persetujuan pakta integritas. Ada pula i-Move , yakni platform digital untuk sistem administrasi sehari-hari seperti surat menyurat, pengajuan dinas, layanan SDM (ERP), dan lain-lain. Sedangkan i-Save adalah platform digital untuk manajemen pengarsipan yang bertujuan untuk manajemen dokumen yang terintegrasi diantaranya document tracing, barcoding system, digital reporting.
Digitalisasi juga diterapkan terkait stategi manajemen dan rencana kerja dengan adanya EPIC (Enterprise Planning and Controlling) System. EPIC system merupakan platform digital untuk manajemen strategi dan rencana kerja manajemen mulai dari perencanaan (pengajuan rencana kerja manajemen), dan monitoring implementasi. Bahkan yang berhubungan dengan pelaporan pelanggaran pun sudah pula digitalisasi. Adanya Whistle Blowing System (WBS) merupakan platform digital yang digunakan untuk pelaporan terkait pelanggaran peraturan perusahaan di mana pelaporan akan diinput oleh pihak ketiga dalam e-room.
Penerapan digitalisasi berbagai sisi di pelabuhan menjadi fokus utama IPC dua tahun terakhir. Standardisasi pelayanan berbasis digital di sisi darat dan laut diimplementasikan dan dioptimalkan secara menyeluruh mulai saat barang dikirimkan ke pelabuhan sampai kemudahan pembayaran serta tracking dan tracing barang,” kata Elvyn.
Elvyn juga mengungkapkan, secara nasional aktivitas di Pelabuhan Tanjung Priok 65 persen merupakan kegiatan ekspor, sisanya 35 persen merupakan kegiatan impor.
Konsep Trilogi Maritim
Elvyn menambahkan, pentingnya Indonesia membangun industri maritim yang kuat melalui konsep Trilogi Maritim. Konsep Trilogi Maritim meliputi adanya standarisasi pelabuhan, standarisasi pelayaran, dan penyiapan kawasan industri. Ketiganya harus linkage dan terintegrasi satu dengan yang lain. Konsep Trilogi ini bisa diterapkan secara nasional bila Indonesia hendak membangun negara maritim yang besar.
Konsep Trilogi Maritim ada tiga. Pertama, pelabuhan-pelabuhan besar di Indonesia harus ada standarsasi, baik dari sisi infrastruktur maupun operasional. Seharusnya pelabuhan didukung oleh kawasan industri, manufaktur dan seterusnya sehingga dapat memudahkan ketika melakukan ekspor. Antara pelabuhan dengan kawasan industri juga harus didukung oleh, satu, pelayaran yang terstandarisasi. Dua, pelayaran yang hebat . Seharusnya di Indonesia ada pelabuhan besar yang bisa menjadi hub sebagai pelabuhan utama yang sudah distandarisasi. Ketiga, pelabuhan yang terintegrasi dengan kawasan industri di sekitarnya. Agar bisa mendistribusikan barang, pelabuhan pun harus memiliki aliansi pelayaran yang hebat.
Dengan adanya integrasi antarpelabuhan di Indonesia, pelabuhan besar kita menjadi terstandarisasi, kapal-kapal besar pun berdatangan. Kalau kalau size-nya besar maka Indonesia akan menjadi negara yang maju. “Bila ketiga hal tersebut dimiliki, Indonesia akan menjadi poros maritim dunia,” jelas Elvyn optimistis.
Keseriusan IPC melakukan digitalisasi juga bisa dilihat dari besarnya belanja modal (capital expenditure) dari BUMN tersebut. Selama 2018- 2020 IPC menyiapkan capex sekitar Rp 1 triliun. Pada tahun 2019, besaran capex mencapai 30 persen dari total capex yang nilainya Rp11,6 triliun. Dari nilai tersebut, sebagian besar digunakan untuk membiayai pembangunan sejumlah proyek baru, pembaruan peralatan dan sebagian lagi untuk digitalisasi.
Recent Comments